Terimakasih Telah Berkunjung di Blog Saya dan Jangan Lupa Klik Tombol Like Disamping. Bagi Pengguna Akun Google Anda Bisa Join dan Memberi +1 Pada Bagian Bawah(Kiri dan Kanan) Blog Ini

Senin, 13 Agustus 2012

Sakit Hati (Liver)

Hati-hati Sakit Hati (Liver)
Kalau dibilang ‘sakit hati’ asumsi kita tentunya mengarah ke perasaan sedih, pahit, kecut, hancur dikarenakan putus cinta, dikhianati, dikasari, diomeli, dsb. Tapi sakit hati yang mau dikupas disini bukan yang demikian (secara mental-psikis), melainkan penyakit pada organ dalam kita yang bernama hati atau nama bekennya liver. Untuk urusan sakit hati yang lainnya, biarlah rekan psikoloh yang akan kupas tuntas yah..!
               Sakit liver, atau yang lebih dikenal di awam sebagaisakit kuning, adalah suatu jenis penyakit yang amat lazim dijumpai di populasi negeri kita karena memang angka kejadian penyebab dari penyakit ini memang banyak ditemukan di area Asia Tenggara. Liver atau hati kita adalah organ dalam yang berlokasi di perut kanan atas, tepat di dalam rusuk kanan bagian bawah, dan organ tersebut merupakan organ yang beratnya paling berat dari semua organ dalam tubuh lainnya (ginjal, otak, jantung). Liver memainkan fungsi vital bagi mekanisme tubuh kita, terutama dalam hal produksi (enzim pencernaan, komponen darah terutama faktor pembekuan darah, serta kolesterol) dan
regulasi (terutama menyaring dan menetralkan berbagai senyawa kimia yang masuk ke tubuh lewat jalur pencernaan atau yang berupa makanan). Kerusakan pada liver bisa bervariasi dari peradangan akut hingga menahun, infeksi pernanahan (abses), kanker hingga berujung pada sirosis (kematian jaringan aktif dari liver) yang berakhir sebagai gagal hati. Karena liver merupakan salah satu organ vital tubuh, maka kerusakannya pastinya berdampak bagi sistem tubuh secara keseluruhan dan bisa berakhir fatal terutama jika sirosis sudah terjadi tanpa transplantasi hati dilakukan.
               Gejala penyakit liver pada stadium awal sangat tidak khas dan bukan hanya si sakit yang seringkali mengabaikannya, bahkan dokterpun jika tidak cermat tidak sempat terpikirkan perihal kemungkinannya. Gejala penyakit liver pada awalnya seringkali berupa mudah lelah, ngantuk, sering mual, lesu ketika beraktivitas, perubahan pola buang air besar, serta meriang. Gejala diatas dengan mudahnya dianggap sebagai maag, anemia (kurang darah) atau flu, sehingga jika gejala tidak akut sekali atau interval kekambuhannya jauh, seringkali tak terdeteksi. Padahal deteksi serta pencegahan awal dari proses penyakit ini sangat krusial untuk mencegah perburukan gejala hingga menjadi abses atau kematian jaringan (sirosis). Tenaga kesehatan umumnya lebih waspada apabila gejala kuning tampak pada pasien, namun sayangnya jika gejala kuning sudah muncul, seringkali kita sudah terlambat beberapa langkah dalam penanganan penyakit tersebut. Gejala kuning yang relatif indikatif terhadap adanya penyakit liver-empedu disebabkan karena kadar bilirubin (limbah pecahan sel darah merah yang di reproduksi) yang menumpuk di dalam liver yang secara sistemnya terganggu, sehingga mengakibatkan bilirubin tersebut bocor ke dalam darah dan mewarnai kulit, selaput lender, hingga selaput bening konjungtiva mata. Umumnya kuning baru tampak jika kadar bilirubin naik melebihi 2 kali lipat nilai normal. Berbagai pemeriksaan yang mungkin diperlukan untuk mendeteksi keberadaan sakit liver adalah pemeriksaan klinis oleh dokter (termasuk riwayat kebiasaan sehari-hari yang terkait dan riwayat keluarga yang memiliki sakit liver), USG perut, cek laboratorium darah salah satunya enzim SGOT/SGPT, serta cek kencing untuk mendeteksi bilirubin yang bocor ke air seni. Konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam (internist; SpPD) – konsultan Gastro-Enterologi Hepatologi (KGEH) umumnya dianjurkan untuk pengobatan penyakit liver, khususnya penyakit liver kronik/menahun.
Penyakit Liver Kronis dan Sirosis
               Penyakit liver kronis adalah pintu gerbang menuju ke arah sirosis, yang merupakan stadium terminal dari suatu kerusakan liver. Sialnya, penyakit liver kronis adalah salah satu penyakit yang banyak dijumpai di populasi kita di Indonesia, dan sebagian besar bersifat menular! Lebih celaka lagi, penyakit liver kronis, sesuai namanya, tidak memiliki gejala yang akut da pasti dalam periode awalnya yang cukup lama hingga akhirnya suatu saat gejala signifikan muncul sebagai sirosis (decompensated cirrhosis) sekitar 5-15 tahun kemudian. Oleh karena itu, tidak jarang penderita terdeteksi penyakit liver kronis saat ia check up rutin, walaupun saat itu ia relatif sehat walafiat. Seringkali penderita demikian tak bergejala namun dalam cek rutin selalu ditemukan peningkatan kadar SGOT/SGPT yang mengindikasinya adanya proses cedera liver jangka panjang.
               Ada beberapa jenis penyebab penyakit liver kronis yang sering dijumpai dan bisa berakibat ke sirosis jika tak ditangani dengan tepat. Di negara barat, konsumsi alkohol secara berlebihan dan dalam jangka panjang adalah penyebab terseringnya. Namun di Indonesia penyebab yang tersering adalah infeksi liver kronis (hepatitis kronis) serta racun dari obat-obat herbal (jamu tertentu yang mengandung alfatoksin). Belakangan, kasus penyakit liver kronis yang disebabkan oleh konsumsi herbal antah berantah dalam jangka waktu panjang semakin banyak dijumpai di klinis. Mereka yang budaya hidupnya sering makan enak-enak namun gerak terbatas juga terancam menderita penyakit ini yaitu berupa fatty liver. Selain itu, penyakit liver kronik bisa juga berasal dari payah jantung kanan yang telah berlangsung lama, walau insidensinya relatif lebih jarang.
               Sirosis hepatis akan menempatkan penderita pada posisi terminal, layaknya penderita kanker stadium akhir maupun gagal jantung lanjut. Sejumlah komplikasi dapat terjadi pada tahap ini dari yang ringan seperti kerontokan pada rambut, kulit mengering-kusam-gatal, badan lemas, mual, nafsu makan anjlok, penderita jadi kurus; hingga ke komplikasi yang berbahaya seperti muntah-berak darah karena adanya varises kerongkongan yang pecah berulang, mudah berdarah seperti mimisan karena gangguan sistem pembekuan darah, serta gangguan kesadaran menuju koma dikarenakan racun-racun tubuh yang melenggang masuk ke otak. Beberapa penelitian dalam decade terakhir menunjukkan bahwa penderita sirosis cepat atau lambat akan jatuh ke proses pengrusakan ginjal menuju ke arah gagal ginjal. Satu-satunya terapi pasti dari sirosis adalah transplantasi liver, yang tentunya merupakan prosedur rumit baik dalam hal prosedur pencarian donornya hingga proses operasinya yang berisiko tinggi dan berbiaya tinggi. Pencegahan atau minimal deteksi dini masih merupakan terapi terbaik bagi penyakit ini.

Hepatitis
Hepatitis atau peradangan liver adalah suatu infeksi yang sangat lazim dijumpai di populasi kita, layaknya TBC, tidak hanya pada mereka yang sosioekonomi bawah namun juga atas. Ada beberapa macam jenis penyebab hepatitis, secara umum dapat dibagi ke 2 grup yaitu hepatitis viral (penyebabnya virus) serta hepatitis non-viral (contohnya karena overdosis obat tertentu seperti parasetamol). Hepatitis viral lebih lazim dijumpai di klinis, dan berdasarkan urutan sejarah penemuan virus penyebabnya maka digolongkan sebagai hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E selalu tampil sebagai infeksi akut dan hamper selalu sembuh sempurna seiring dengan waktu dan dibantu daya tahan tubuh yang baik (self limited diseases). Hepatitis A dapat dikatakan sangat lazim dijumpai di lingkungan negeri kita, sehingga bisa dikatakan hampir semua penduduk kita sudah pernah mengidapnya saat sebelum usia akil baliq (remaja), termasuk saya tentunya. Penularannya melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi virus tersebut yang berasal dari kotoran (feses) penderitanya. Oleh karena itu, sanitasi adalah faktor terpenting penularannya, semakin kumuh suatu daerah dan penyediaan air minum, risiko penyebaran infeksi semakin besar, tidak jarang wabah terjadi pada suatu kecamatan. Cuci tangan terutama oleh penyedia jasa makanan adalah faktor pemutus rantai penularan yang terpenting. Penderita hepatitis akut A atau E hampir selalu datang ke dokter dikarenakan ada demam (tapi tidak tinggi) serta kulit berwarna kuning, makanya mereka dikenal sebagai sakit kuning. Kabar buruknya, penyakit ini tidak ada obatnya. Kabar baiknya, penyakit ini tidak perlu obat spesifik, alias akan sembuh sendiri seiring waktu (kurang lebih satu minggu) dan tidak pernah menjadi penyakit liver kronis atau sirosis. Kabar lebih baiknnya lagi, penyakit ini sudah ada vaksinasi pencegahannya, sehingga selalu dimasukkan ke dalam persyaratan mutlak bagi wisatawan dari negara maju jika akan ber travel ke negera berkembang (nan kumuh) layaknya Indonesia. Hepatitis E walaupun kurang lebih perjalanan klinisnya serupa dengan hepatitis A, perlu diperhatikan lebih serius jika menimpa ibu hamil karena risikonyo untuk berkembang menjadi hepatitis berat (fulminant).
Berbeda dengan hepatitis A dan E, hepatitis B,C dan D sangat berbeda dalam hal penularannya, perjalanan penyakitnya serta komplikasinya dan terapinya. Ketiga hepatitis ini lebih cenderung ‘diam-diam menghanyutkan’, artinya jarang tampail sebagai gejala akut yang memaksa seseroang ke dokter, tetapi proses pengrusakan liver terus berlangsung, hingga akhirnya dapat berujung ke sirosis yang telah berkomplikasi. Ketiga jenis hepatitis ini lebih terkait dengan penyakit liver kronik, oleh karena itu sangat berbahaya, khususnya hepatitis C yang lebih sering berakhir sebagai sirosis dan kanker hati yang fatal. Penularannya adalah melalui kontak dengan cairan tubuh penderita entah itu darah, air liur maupun secret kelamin seperti air mani. Oleh karena itu penyebab tersering masuknya virus tersebut adalah melalui narkoba suntik, hubungan seksual tanpa pengaman, transfusi darah, penularan bayi dari ibunya yang penderita, serta melalui kontak kulit yang terluka dengan cairan tubuh penderita yang merupakan risiko bagi petugas kesehatan. Berbeda dengan hepatitis A dan E yang tak memiliki obat spesifik, ketiga hepatitis ini harus diterapi dengan antivirus serta interferon jangka panjang. Pengobatan tuntas adalah pilihan terbaik untuk menghindari risiko sirosis atau kanker hati di kemudian hari. Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi berkala disesuaikan dengan titer anti HbSAg-nya yang dapat diukur melalui cek darah. Sayangnya hingga saat ini belum ada ilmuwan dunia yang sukses menemukan vaksin bagi hepatitis C.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat berkomentar disini. Tetapi Admin harap komentar anda bebas dari SPAM, Pornografi, Sara, dan kata-kata yang dapat menyinggung orang lain. Komentar anda sangat berarti untuk kami. Terimakasih